I am a huge fans of Dewi Lestari a.k.a Dee. Therefore, I don't have to think twice to buy this book. I even don't peak the contents just to make sure that this is the good one. Dee itu udah jaminan mutu deeh. Hehehehe...
Alasan gue suka sama Dee adalah dia bisa menjabarkan sesuatu yang sederhana dengan cara yang jauh dari kata simple. Dee bisa berkata-kata dengan bahasa yang puitis dan kosa kata yang keren menurut gue. Dia bahkan bisa ngejelasin sesuatu yang selama ini kita tahu tapi belum menemukan kata yang tepat buat menjelaskan itu semua. Kadang kita ngerasa sedih akan sesuatu, marah karena sesuatu hal, tapi kita ngga bisa menjabarkan perasaan hati kita saat itu. Marah yang bagaimana. Sedih yang seperti apa. Dan dia, bisa menjelaskan itu semua dengan gamblang dan perfect, menurut gue.
Well anyway, buku ini bukan novel. Ngga kayak 3 karyanya dya yang sebelumnya, Supernova yang cenderung berat. Disini dya hadir lebih modern tapi tetep terdengar filasafah. Lebih ringan, tapi tata katanya tetap kompleks dan ngga kacangan. Ini adalah 18 kumpulan cerita dan prosa karya Dee yang terkumpul selama satu dekade. Buat yang ngga terlalu suka novel, gue ngerekomenin buku ini. Banget!
Ada satu prosa karya Dee yang gue suka banget di Filosofi Kopi ini. Saking sukanya, gue bahkan nulis ulang prosanya terus gue kasih ke temen-temen gue yang emang suka sama Dee juga. Judulnya Spasi.
Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Itu sedikit cuplikan dari Spasi. Secara garis besar sih, ini menceritakan tentang suatu hubungan yang terlalu di kekang. Ibaratnya pasir, yang semakin keras kita menggenggam, semakin banyak yang jatuh dari tangan kita. Dan Dee menceritakan itu dengan caranya sendiri. Dengan menganalogikan jarak sebagai "spasi" itu tadi. Well, kita semua memang butuh jarak bukan?
Ada lagi yang gue suka disini. Judulnya Jembatan Zaman.
Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu. Jembatang yang rendah diri, bukan kesombongan diri.
Kadang kita selalu ngerasa kalo, bertambahnya umur berarti kita lebih pintar, lebih expert, lebih dan lebih lagi. Kita ngga tahu, kalo ternyata umur juga mengambil kesenangan. Waktu kita kecil buat kita permen itu anugerah!Sekarang sih, makan permen ya biasa ajah. Gak ada yang special dengan sebuah permen. Perasaan seneng waktu kita dapet permen antara waktu kita kecil dengan kita yang sekarang udah jauh berbeda. Kita ngga ngerasain perasaan happy yang membludak waktu kita akhirnya berhasil makan permen. Everything's changing.Dan ternyata, bertambahnya usia gak menjadikan kita lebih baik dari sebelumnya.
Itu cuman 2 dari 18 prosa yang ada di sini. Yang laen juga bagus-bagus. Cuman, kayaknya kepanjangan kalo gue bahas disini. Hehehe... Pokoknya harus beli. Karena banyak banget pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari sini. Dee is brilliant author for me.
It's an authentic book. Indeed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar